[ Bukan On The Spot ] Lima 'Penyakit' Yang Kerap Diderita Penulis

3 comments
  1. OTAK BUNTU
Inilah penyakit yang paling sering diidap oleh para penulis. Khususnya penulis pemula macam saya. Ketika tangan sedang asyik menorehkan pena, tiba-tiba stuck di tengah jalan. Selanjutnya penulis merasakan syaraf otak dan tangannya tidak sinkron. Jadilah ia tak tahu harus menulis apa. Bingung akan kelanjutannya. Istilah popular untuk penyakit ini adalah WRITER’S BLOCK.

Alhamdulillah, Cerpenis Terbaik UNSA 2011

4 comments
Beberapa hari lalu, sungguh nggak nyangka diberi anugerah dan berkah yang luar biasa. Sungguh suatu penghargaan tak terkira didaulat menjadi CERPENIS TERBAIK UNSA TAHUN 2011. Gelar ini diberikan lantaran mendapat Juara 1 UNSA Award 2011 kategori Cerpen. Grup UNSA sendiri adalah grup yang diprakarsai oleh Dang Aji Sidik, penulis yang telah banyak melahirkan karya besar. Grup ini menjaring para penulis, baik yang baru memulai menulis maupun terbilang sudah sangat kawakan.

Event lomba ini dibuka di jejaring sosial Facebook dan berjalan selama tenggat waktu 15 hari. Proses seleksi pun dilakukan oleh juri berpengalaman dengan cukup ketat. Dari sejumlah lebih kurang 200 judul cerpen, terpilihlah 15 cerpen teratas untuk memperebutkan juara pertama. Meskipun kelima-belas cerpen itu nantinya akan tetap dibukukan dalam sebuah antologi. Dan sungguh nggak pernah menduga bahwa akhirnya cerpen sederhana saya yang berjudul 'Senja Terakhir' meraih trophy Juara I di ajang itu. Alhamdulillah.

"Salah satu penulis buku "Kado Untuk Jepang" terpilih sebagai CERPENIS TERBAIK UNSA TAHUN 2011, dia adalah ZOEL ARDI. Penulis berusia 19 tahun ini telah membuktikan bahwa di group UNTUK SAHABAT kemenangan bisa diraih oleh penulis muda. Sekalung Tahniah untuk Zoel Ardi (Juliardi Ahmad). Terus berkarya bersama UNSA !" (Dang Aji Sidik, Penulis dan Panitia Lomba).
Masih speechless dan nggak pernah nyangka. One of my dreams come true. :) 

"Syukur Alhamdulillah. Trims setinggi-tingginya buat semua : orang tua, dewan juri, teman-teman, dan Mas DAS & Grup UNSA. Kalian keren!!!"


Pada Akhirnya Aku Tahu Kapan Hari Jadimu

1 comment
: seseorang yang kusebut bapak
 
(1)

Aku ingat bekas noda di sepatu boot-mu. Lumpur hitam yang basah.
Tak ada yang paling kutunggu-tunggu kecuali petang.
Karena pada momen itu, siluet tubuhmu datang.
Suara cangkul terseret-seret dan batuk berat
adalah oleh-oleh dari pematang

(2)

Aku terbangun mendengar langkahmu
Pagi hari selalu kau buka dengan segelas kopi hitam
Sekali pernah kuseruput kopimu tanpa permisi
Lantas saja aku mengutuk perilakuku
atas jelaga pahit yang kusisakan

“Ananda tidak perlu merasa bersalah. Cukup Bapak saja yang merasakan pahitnya kehidupan.”

(3)

Aku paling penasaran berapa usiamu
dan kapan hari lahirmu

Celakanya,
Aku tak pernah tahu
Juga tak ada yang beritahu
Kapan tepatnya itu
Jadi aku hanya bisa menghitung-hitung
Dan mengira-ngira
dari garis keriput di wajahmu

Padahal, kelak ketika hari itu datang
Inginnya kunyalakan lilin pengharapan
Lalu kukumandangkan doa-doa panjang umur

(4)

Aku masih mendengar suara ayunan cangkul
Aku masih mencium bau keringat dan tanah basah pagi itu
Tapi aku sadar itu bukan dirimu
Karena tak ada kopi hitam di atas meja
ataupun batuk berat dari arah kamar mandi

Lantas apakah aku berhak lega atau menganggap ini bencana
Ketika pada akhirnya aku tahu kapan hari jadimu
Lewat pengumuman yang diserukan toak mesjid
juga lewat coretan tangan di atas batu nisan

Dan pagi itu kusingkirkan bekas noda lumpur
dari atas pusaramu dengan air mata

Zoel Ardi

Syair Waktu

No comment yet
[Pagi]

adalah ketika sehelai kain biru lembab dihamparkan
dan dipelintir pada suhu sekian
kemudian menitiklah butir-butir airnya

[Siang]

adalah saat bayangan bersembunyi di balik tuannya
ngeri pada suhu tinggi yang sekian
di belakang rumah, jemuran telah matang

[Sore]

adalah saat awan-awan dikumpulkan
dan dibakar pada suhu sekian
dalam penggorengan raksasa bercorak jingga

[Malam]

adalah tatkala matahari menarik selimut hitam
lantaran suhu turun sekian
di sudut kamar, bulan bersenandung simponi kesunyian


Zoel Ardi, Bontang 18 Okt


Bagaimana Langit Tidak Murka

No comment yet
hujan enggan bertamu sore ini
lupa rumah kami
lupa tanah ini

rumah hijau musim semi
diberangus di bawah api
terpaksa kami jadi ayam siap saji

ingin sekali kusumpal mulut knalpot
atau kurubuhkan saja deretan domino
pabrik-pabrik pengepul asap

kasihan juga nasib para peramal cuaca 
pamornya turun derajat
lantaran panas tak tentu berapa derajat

masih berita cuaca
atmosfer politik dan hukum jadi topik panas
di langit para elit, ozon bocor menganga

bagaimana langit tidak murka
melihat kongkalikong para penguasa
mengatasnamakan negara, katanya
lalu dimana rakyat jelata?

"Kami dibantai secara sporadis.
terpanggang di atas tungku kekuasaan.
dibakar di bawah langit yang murka,
di dalam rumah kami sendiri."

Bontang, 17 Oktober 2011
Zoel Ardi

Cumbu Denganmu

1 comment
malam itu teras dihujani cahaya. sepasang bulan biru
berpendaran Nirwana. serta dua batang keju
bertaburan kismis merah muda. aroma musim semi
merebak hangat. semua datang dari sekujur tubuhmu

meletuplah mercon di rongga dada. sekawanan anjing
tanpa permisi berlarian dalam aliran darah

dinding itu punya tangan besar
mencekik jalan nafas. bola salju meraksasa
di puncak nafsu. menggelinding di sekujur tubuhku


zoel ardi

Ada yang Menumpuk Di Atas Kasur Semalam

No comment yet
Mendung. Basah. Gerimis. Bus 23. Kelabu.
Ada yang menumpuk di atas kasur semalam. Kenangan.
Isak. Gemuruh. Melodi 1/4. Serak. Rapuh. Sendu.
Letih. Papan ketik. Desah. Lampu bohlam. Bunyi perut.
Foto 2x3. Meringis. Detak Louis Vuitton. Bulan purnama. Lagu Jazz.
Selimut. Pasrah. Lelap. Mimpi. Gelap.

zoel ardi

KALUT

No comment yet

redup bergoyang-goyang didekap sunyi
tatkala diputar nyanyian patah 
dahan-dahan kering
 
adakalanya gigil menyapa dari utara
aku sekejap tergeragap dikulum kelam malam
sekejap lagi diselimut kalut
terkerangkeng dalam sempit
terikat tak berkutik

zoel ardi

Kukirimkan Rindu Ini Lewat Awan, Teruntuk BUNDA

No comment yet
Wahai awan…
Terbangkanlah rindu ini pada bunda
Bawalah melintas samudera
Hingga mencapai Jawa

 

Pastikan rindu ini tersampaikan...
Jangan sampai ia direnggut senyap Minggu malam

Wahai awan…
Sediakah engkau menjelma rinai hujan?
Biar rindu ini menderas
Membasahi petak-petak pekarangan di depan rumahnya
pula melekat pada kaca jendela

 

Akhirnya, tatkala fajar Senin menjelang
Sekecup rindu itu telah tiba padanya
Menyapa hangat lewat kaca jendela


Zoel Ardi